Connect with us

Perubahan Iklim

Sebuah Renungan tentang Bencana

Published

on

Telah nyata kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan manusia. (QS. Ar-Rum: 41)

Sebuah Catatan Dari Anies Baswedan

Rentetan peristiwa badai, tanah longsor, banjir bandang, gunung meletus, hingga satwa yang kelaparan belakangan ini, jangan hanya kita lihat sebagai sekadar musibah alam. Lebih dari itu, semua ini wajib kita renungkan sebagai cermin diri.

Badai, hujan lebat, dan letusan gunung adalah fenomena alam yang telah terjadi selama jutaan tahun. Namun, kitalah—umat manusia—yang mengubahnya menjadi bencana ketika kita memperlakukan alam tanpa etika. Tata ruang dilanggar, hutan ditebangi habis-habisan, pesisir tercemar, dan habitat satwa dihancurkan.

Masih ingatkah, di masa lalu kita pernah bersama membahas pentingnya “tobat ekologis”—sebuah pengakuan akan dosa kolektif kita terhadap Bumi, yang kemudian diikuti dengan perubahan cara hidup dan cara negara menjalankan kuasa pengelolaan alam?

Kita harus mengakui bahwa kerusakan ini adalah buah dari pilihan kolektif. Mulai dari kebijakan yang lemah, pengabaian analisis risiko, pengawasan yang longgar, hingga ketidakpedulian kita saat aturan dilanggar demi keuntungan jangka pendek yang hanya dinikmati segelintir orang.

Hari ini, kita perlu jujur mengakui: kita terpaksa hidup berdampingan dengan bencana. Terlalu sulit untuk mencegahnya sepenuhnya. Iklim telah berubah, bentang alam telah terluka. Namun, kita masih bisa mengurangi risikonya, sembari terus berupaya memulihkan kerusakan yang ada.

Caranya?
Dengan tata kelola yang transparan, penegakan hukum yang tegas, gaya hidup yang lebih ramah bumi, keberanian untuk menolak proyek-proyek perusakan, serta edukasi dan pembiasaan mitigasi bencana yang serius bagi seluruh lapisan masyarakat.

Ini mungkin pendapat yang tidak populer: Bumi tidak memedulikan kita, dan Bumi tidak butuh kepedulian kita. Planet ini akan terus berputar, dengan atau tanpa manusia. Yang terancam punah bukanlah Bumi, melainkan keberlangsungan hidup kita sendiri. Maka, kitalah yang butuh untuk peduli pada Bumi.

Tobat ekologis, sebuah pengingat dari Paus Fransiskus, adalah ikhtiar yang harus kita jalankan untuk mengembalikan batas. Batas keserakahan, batas pengabaian, batas pelanggaran aturan. Semua demi Bumi yang lebih layak dihuni untuk anak dan cucu kita kelak.