SULTENG
Moratorium atau Bencana: Pilihan di Tangan Gubernur Sulteng
Sulawesi Tengah berada di titik kritis menghadapi ancaman bencana ekologis yang semakin nyata. Data terbaru menunjukkan eksploitasi sumber daya alam secara masif melalui deforestasi, pertambangan, dan alih fungsi lahan, menggerus daya dukung lingkungan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah menyerukan Gubernur untuk segera mengambil langkah tegas guna mencegah tragedi yang lebih besar di masa depan
Suaranegeri.info -Berdasarkan data SIMONTINI tahun 2024, total bukaan lahan di Sulawesi Tengah telah mencapai 8.356,70 hektar, didorong oleh Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti industri nikel, pertambangan, perkebunan sawit skala besar, dan kawasan pangan. Pola eksploitasi ini, jika terus dibiarkan, dikhawatirkan akan memicu bencana berulang di berbagai wilayah.
Dampaknya telah dirasakan langsung oleh masyarakat, khususnya di sepanjang pesisir Palu–Donggala. Setiap musim hujan, kawasan seperti Kelurahan Loli, Watusampu, dan Buluri kerap mengalami banjir yang menggenangi jalan nasional. Air yang bercampur material galian C tidak hanya mengganggu transportasi, tetapi juga menjadi bukti nyata hilangnya daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Ancaman semakin nyata dengan terus bertambahnya bukaan izin tambang pasir dan batuan. Data Momi ESDM 2024 mencatat 72 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luasan 1.445,35 hektar. Sementara itu, deforestasi di pesisir Palu-Donggala telah mencapai 466,33 hektar. Angka-angka ini bukan sekadar statistik, melainkan alarm yang mengindikasikan bahaya besar bagi keselamatan warga.
Di balik kondisi ini, WALHI Sulawesi Tengah menyatakan bahwa negara harus hadir tidak hanya dalam respons darurat, tetapi juga melalui komitmen jangka panjang untuk pemulihan ekologis. “Keselamatan rakyat harus menjadi prioritas tertinggi, bukan sekadar catatan kaki dalam agenda pembangunan,” tegas organisasi lingkungan tersebut.
WALHI Sulawesi Tengah secara khusus menyerukan Gubernur Sulawesi Tengah untuk:
- Menerbitkan moratorium seluruh izin tambang di sepanjang Pesisir Palu-Donggala.
- Memprioritaskan pemulihan wilayah kelola rakyat sebagai fondasi keselamatan ekologis jangka panjang.
- Menegakkan hukum secara tegas terhadap korporasi yang terbukti merusak lingkungan dan memperparah risiko bencana.
- Memperkuat perlindungan bagi kelompok rentan, termasuk perempuan, anak, dan masyarakat adat, yang paling terdampak.
Bencana ekologis merupakan alarm nasional yang mengingatkan bahwa keselamatan rakyat tidak boleh dikorbankan demi keuntungan segelintir pihak. Sulawesi Tengah memerlukan kepemimpinan yang berani dan visioner untuk mengubah pola pembangunan yang selama ini mengabaikan keberlanjutan lingkungan.
Seruan ini menjadi momentum kritis bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya Gubernur, untuk bertindak cepat dan tegas. Pencegahan bencana ekologis memerlukan kebijakan yang berorientasi pada perlindungan lingkungan dan masyarakat, bukan pada eksploitasi tanpa batas. Masa depan Sulawesi Tengah bergantung pada langkah yang diambil hari ini.