Konservasi
Mangrove Musnah, Izin “Nihil”: Skandal PT TAS di Morowali Terungkap
Suaranegeri.info – Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Agraria (Satgas PKA) Sulawesi Tengah berhasil memfasilitasi pertemuan mediasi krusial yang menghasilkan rekomendasi tegas bagi PT. Teknik Alum Service (TAS). Mediasi yang melibatkan perwakilan masyarakat Desa Torete, pemerintah daerah, dan sejumlah instansi teknis ini digelar di Aula Kantor Bupati Morowali, Selasa (9/12/2025).
Hasilnya, perusahaan tambang tersebut diwajibkan memenuhi serangkaian tuntutan terkait dugaan pelanggaran izin, kerusakan lingkungan, dan penyelesaian hak masyarakat.
Temuan Pelanggaran
Mediasi yang berlangsung alot itu mengungkap sejumlah fakta mengkhawatirkan. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulteng, Arief Latjuba, menegaskan bahwa PT TAS diduga melakukan reklamasi untuk pembangunan Terminal Khusus (Tersus) di Desa Torete tanpa mengantongi dokumen Pengelolaan, Pemanfaatan, dan Konservasi Kawasan Laut (PPKRL). Fakta ini diperkuat oleh pernyataan Harjono, perwakilan Syahbandar Morowali, yang menyatakan terminal tersebut “tidak ada” dalam catatan administratif mereka.
Temuan kerusakan lingkungan juga disampaikan secara gamblang. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Bidang Mineral, Batubara, Panas Bumi, dan Pengelolaan Sumber Daya Air (BMPR) Provinsi Sulteng melaporkan kerusakan visual pada vegetasi mangrove serta pendangkalan dan sedimentasi tebal di pesisir pantai dan muara Sungai Torete. Kerusakan tersebut diduga kuat berasal dari aktivitas reklamasi untuk perluasan stockpile ore dan limpasan kegiatan tambang.
Tiga Rekomendasi Tegas Hasil Mediasi
Merespons seluruh temuan, rapat mediasi akhirnya menetapkan tiga rekomendasi utama yang wajib dilaksanakan PT TAS:
1. Penyelesaian Hak Masyarakat
Pemerintah Daerah (Pemda) Morowali bersama Kantor Pertanahan setempat diperintahkan untuk segera melakukan inventarisasi dan validasi menyeluruh terhadap hak keperdataan masyarakat (kebun, lahan garapan, tanam tumbuh, dan bangunan) yang berada di dalam area Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT TAS.
- Hasil validasi wajib dilaporkan ke Satgas PKA paling lambat 19 Desember 2025.
- PT TAS diwajibkan memberikan ganti rugi yang adil sesuai kesepakatan atas hak-hak masyarakat yang terdampak.
2. Penghentian Aktivitas dan Rehabilitasi Lingkungan
Untuk mencegah kerusakan lebih parah, PT TAS direkomendasikan untuk menghentikan sementara aktivitas perluasan stockpile ore melalui reklamasi di Desa Buleleng hingga semua persyaratan administrasi dan teknis lengkap.
- DLH Kabupaten Morowali diminta melakukan kajian teknis mendalam mengenai dampak sedimentasi dan menentukan zonasi rehabilitasi mangrove, dengan laporan target 22 Desember 2025.
- PT TAS diwajibkan melakukan konservasi substitusi dengan menanam mangrove dua kali lipat dari luasan yang rusak, serta segera melakukan pengerukan di area pesisir dan muara Sungai Torete yang terdampak pendangkalan.
3. Penegakan Kepatuhan dan Tanggung Jawab Perusahaan
PT TAS diwajibkan proaktif menindaklanjuti semua temuan Satgas PKA, termasuk mengevaluasi dan mengamandemen dokumen KBLI yang dinilai tidak jelas.
- Perusahaan juga dituntut mendukung program pemberdayaan masyarakat melalui skema Corporate Social Responsibility (CSR) di Desa Torete dan sekitarnya.
- Seluruh dampak lingkungan, dari hulu hingga hilir, ditegaskan menjadi tanggung jawab penuh PT TAS.
Komitmen Perusahaan dan Pengawasan Lanjutan
Dalam mediasi tersebut, Agus Riyanto, Kepala Teknik Pertambangan PT TAS, menyatakan kesediaan perusahaan untuk bersikap kooperatif dan mematuhi semua rekomendasi yang diberikan.
Rapat ditutup dengan penekanan bahwa proses penyelesaian konflik ini harus dijalankan secara manusiawi. Kepolisian Resor Morowali diminta untuk mengambil peran humanis dalam mengawal dan mendukung seluruh proses, memastikan hak masyarakat terlindungi tanpa mengesampingkan kepastian hukum.
Dengan ditetapkannya rekomendasi berbatas waktu ini, publik kini menunggu realisasi komitmen PT TAS dan efektivitas pengawasan dari pemerintah daerah serta Satgas PKA Sulteng. Hasilnya akan menjadi tolok ukur penting bagi penegakan hukum lingkungan dan agraria di kawasan industri strategis Morowali.