Connect with us

Konservasi

Kritik Kesiapan Kolam Tailing Baru IMIP

Published

on

Suaranegeri.info – Pembangunan fasilitas pembuangan limbah (tailing) baru di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) tertatih-tatih akibat perizinan yang belum tuntas.

Keterlambatan ini tidak hanya mengancam laju produksi smelter nikel di kawasan industri terbesar tersebut tetapi juga memicu kekhawatiran serius mengenai kesiapan dan manajemen risiko pengelolaan limbah berbahaya.

Perizinan yang Berlarut-larut

Berdasarkan penuturan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, kendala utama terletak pada proses perizinan yang belum final di tingkat pemerintah daerah dan kementerian/lembaga terkait.

“Ini kan ada tailing yang bisa ditempatkan di suatu tempat tetapi perizinannya mungkin belum selesai di Pemda atau pun di kementerian lembaga,” ujar Yuliot di Jakarta, Jumat (28/11/2025).

Pernyataan ini mengonfirmasi adanya titik lemah dalam perencanaan jangka panjang PT IMIP. Kritik utama tertuju pada ketidaksiapan IMIP dalam mengantisipasi kejenuhan kolam tailing yang ada, seharusnya menjadi prioritas utama mengingat volume limbah hasil oleh puluhan smelter yang beroperasi.

Dampak Langsung: Produksi Smelter Terhambat

Dampak dari ketidaksiapan ini sudah mulai dirasakan. penyimpanan tailing di IMIP telah hampir penuh, yang secara langsung membatasi laju produksi sejumlah smelter.

Sebagai contoh, produksi smelter PT QMB New Energy Materials Co. Ltd., yang didukung oleh raksasa China seperti GEM Co. dan Tsingshan Holding Group, dilaporkan akan lebih rendah setidaknya selama dua pekan ke depan. Seorang perwakilan IMIP sendiri telah mengonfirmasi pengurangan laju produksi ini.

Fakta ini menegaskan bahwa krisis kolam tailing bukan hanya isu administratif, melainkan sudah menjadi batu sandungan operasional yang berpotensi merugikan secara finansial dan mengganggu rantai pasok nikel global.

Kritik atas Komitmen Lingkungan dan Tata Kelola

Keterlambatan ini memunculkan pertanyaan mendasar tentang komitmen PT IMIP dalam hal tata kelola lingkungan (environmental governance). Beberapa hal yang patut dikritisi:

  1. Kurangnya Perencanaan Jangka Panjang: IMIP seharusnya memiliki skenario cadangan dan memulai proses perizinan kolam tailing baru jauh sebelum fasilitas yang existing mendekati kapasitas maksimal.
  2. Koordinasi yang Lemah: Perizinan yang berlarut antara perusahaan, pemda, dan kementerian menunjukkan adanya masalah koordinasi yang bisa diminimalisir dengan komunikasi proaktif dari pihak IMIP.
  3. Risiko Lingkungan: Tumpukan tailing yang melebihi kapasitas aman berpotensi meningkatkan risiko pencemaran tanah dan air di sekitar kawasan Morowali jika tidak dikelola dengan standar ketat.

Solusi Sementara dan Tanggung Jawab Ke Depan

Di sisi lain, Wamen ESDM mendorong pelaku usaha untuk mengekstrak ulang limbah nikel guna mengoptimalkan kandungan mineral yang masih tersisa. Meski langkah ini patut diapresiasi sebagai solusi jangka pendek, hal ini tidak serta merta menggugurkan tanggung jawab IMIP untuk menyediakan fasilitas pembuangan akhir yang memadai dan berizin.

Pihak PT IMIP harus segera mengambil langkah konkret dan transparan dalam menyelesaikan kebuntuan perizinan ini. Pemerintah juga dituntut untuk mempercepat proses evaluasi perizinan dengan tetap memegang teguh aspek kelayakan dan keselamatan lingkungan.

Krisis kolam tailing di IMIP harus menjadi pelajaran berharga bagi seluruh kawasan industri di Indonesia.

tentang pentingnya integrasi antara rencana ekspansi produksi strategi pengelolaan limbah yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.