Connect with us

Energi

Krisis Pengawasan di Jantung Industri Nikel Indonesia

Published

on

Kompleks industri nikel di Morowali, Sulawesi Tengah, tidak hanya menjadi lokomotif ekonomi tetapi juga episentrum sejumlah pelanggaran. Dalam sepekan terakhir, tiga isu utama mencuat: produksi terhambat akibat fasilitas penampungan limbah yang penuh, penangkapan dua kapal ilegal pengangkut bijih nikel, dan pernyataan Menteri Pertahanan bahwa Bandara IMIP beroperasi tanpa kehadiran perangkat negara.

Kapasitas Pengawasan Tidak sebanding dengan Skala Industri
Direktur Hukum Center of Economic and Law Studies (Celios), Zakiul Fikri, menyoroti akar masalah dari maraknya pelanggaran di kawasan tersebut. Menurutnya, terdapat faktor struktural yang memicu hal ini.

“Pertama, kompleksitas rantai pasok dan volume kegiatan industri yang besar kerap tidak sebanding dengan kapasitas pengawasan negara,” kata Fikri kepada media.

Dia menilai pengawasan dari pemerintah pusat maupun daerah tidak optimal, baik dari segi jumlah personel, kualitas, maupun koordinasi antar-instansi. Faktor kedua adalah asimetri informasi dan ketergantungan ekonomi terhadap investasi besar, yang menyebabkan beberapa praktik pelanggaran tidak ditindak secara konsisten.

“Hal ini menciptakan persepsi bahwa pelanggaran tertentu adalah hal lumrah. Namun, secara hukum, tidak ada ruang toleransi terhadap pelanggaran aturan lingkungan hidup maupun minerba,” tegas Fikri. Dia mengingatkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan aturan minerba sudah sangat jelas mengatur sanksi.

Rantai Masalah yang Terungkap

  1. Krisis Limbah Tailing: Berdasarkan laporan Bloomberg News, produksi smelter PT QMB New Energy Materials Co. Ltd. di IMIP dilaporkan akan turun setidaknya selama dua pekan. Penyebabnya, fasilitas penampungan tailing di dalam kawasan hampir penuh, sementara dokumen untuk lokasi pembuangan lain masih diproses. Perwakilan IMIP mengonfirmasi penurunan laju produksi ini.
  2. Kapal Ilegal Menuju IMIP: TNI AL baru-baru ini mengamankan dua kapal pengangkut bijih nikel yang diduga menuju IMIP. Kapal-kapal itu tidak membawa dokumen kapal dan muatan yang sah. Kepala Dinas Penerangan AL, Laksamana Tunggul, menambahkan bahwa kapal tersebut melakukan aktivitas pindah dermaga tanpa surat persetujuan olah gerak (SPOG) dan tanpa nahkoda.
  3. Anomali Bandara Khusus: Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan Bandara IMIP beroperasi tanpa adanya otoritas negara. Sjafrie menyebut situasi ini sebagai anomali yang dapat merugikan kedaulatan ekonomi dan memengaruhi stabilitas nasional. Menanggapi hal ini, Direktur Komunikasi IMIP, Emilia Bassar, menegaskan bahwa bandara tersebut adalah bandara khusus yang terdaftar di Kemenhub dan pengelolaannya mengacu pada UU Penerbangan.

Penegakan Hukum sebagai Kunci
Satriono dari KHLK (Konservasi Hutan dan Lingkungan Khatulistiwa) menegaskan, semua yang terjadi belakangan ini menunjukkan mendesaknya penegakan hukum yang tegas dan konsisten, peningkatan transparansi rantai pasok mineral, yang utama perbaikan tata kelola di kawasan industri berskala besar.

“Penegak hukum tidak boleh kalah oleh kekuasaan ekonomi politik pengusaha tambang. Tujuannya untuk memastikan pertumbuhan industri tidak mengorbankan kepastian hukum, lingkungan hidup,” pungkasnya.